Tidak sulit di era teknologi seperti ini untuk mencari
penginapan yang murah namun nyaman untuk sekedar tempat tidur. Kita bisa mencarinya melalui telfon
genggam. Kami memilih penginapan di
sekitar Malioboro. Dan ini adalah
keputusan paling tepat yang kami buat.
Salah satu yang membuat aku kagum dari Jogjakarta adalah
tidak ada satu trayek pun angkot yang melintas di kota ini. Transportasi tradisional seperti becak dan
andong masih dilestarikan. Ini yang
membuat masyarakat menengah di sana
masih bisa mencari nafkah lewat jasa mereka menarik becak atau andong. Tarif yang dikenakan pun cukup murah. Sekali naik becak kita hanya harus membayar
lima ribu rupiah, atau sepuluh ribu untuk bolak balik. Untuk ke tempat-tempat jauh, Jogjakarta juga
tidak menolak perkembangan zaman. Ada
Transjogja yang siap mengantar kita ke tempat-tempat jauh. Dengan tariff Rp 3500 per orang sekali jalan,
kita bisa berkeliling Jogja dengan murah.
Ada banyak jalur berbeda yang ditempuh beberapa trayek bus. Meski resikonya adalah bila kita ingin pergi
ke suatu tempat yang ditempuh motor hanya perlu lima menit, dengan Transjogja
bisa sampai setengah jam karena berputar dulu.
Bertanya kepada petugas halte adalah hal yang wajib bila kita ingin naik
Transjogja karena berbeda bus yang kita naiki, berbeda pula jalur yang
ditempuh. Di titik ini telfon pintar
saja tidak cukup untuk memastikan kita menaiki bus yang tepat.
Hari pertama kami memutuskan untuk tidak menyewa motor
terlebih dahulu. Kami membagi tujuan
wisata menjadi dua bagian, pertama yang bisa kami datangi dengan Transjogja,
dan tempat jauh yang lebih ekonomis bila menyewa motor. Sebagai saran, tempat tempat yang bisa kita
kunjungi dengan menggunakan Transjogja diantaranya adalah Candi Prambanan,
Taman Pintar, Keraton dan alun alun, serta Malioboro itu sendiri. Sementara hari kedua kami akan mendatangi
Pantai Parangtritis dan Candi Borobudur yang perlu menyewa motor.
0 komentar:
Posting Komentar