Guilty on Me

Barusan dapat kabar teman sebentar lagi mau nikah.  Selamaaaat...
Kemudian timbul rasa tidak enak di hati.  Bukan.  Bukan ga ikut bahagia denger kabar itu.  Bukan juga cemburu.  Gimana yah... tiba-tiba berkaca aja pada diri sendiri.   Orang lain sudah sampai tahap manaaa dalam hidupnya.  Mereka sudah siap melangkah ke tahap yang lebih tinggi sedangkan aku, aku masih di sini.  Seperti penumpang yang ketinggalan kereta lalu hanya bisa melihat kereta itu pergi dan menghilang di kejauhan.  Ada rasa menyalahkan diri sendiri.  Dan itu ga enak sama sekali.

Setiap orang memang punya alur kehidupan masing-masing.  Punya ritmenya sendiri-sendiri.  Punya "waktu yang tepat" tiap-tiap.  Dan memang tidak seharusnya kita membandingkan diri sendiri dengan orang lain.  Tidak akan ada habisnya.  Tapi, apa boleh dikata, pikiran-pikiran tentang perbandingan itu menelusup begitu saja ke ruang otak dan mengirimkan impuls otomatis ke hati.

Sebagian orang mungkin bisa menjadikan "impuls" itu sebagai trigger buat memperbaiki diri.  Tapi sayangnya aku bukan orang yang demikian.  Aku tidak mudah termotivasi, terlebih oleh kehidupan orang lain.  AKu tidak pandai mencontoh dan menjadikan orang lain sebagai role model.  Bukan aku sama sekali.  Aku orang yang punya ritme sendiri dan sulit diubah, bahkan oleh diriku sendiri.  Akhirnya yang terjadi adalah, aku kehilangan acuan dan senantiasa terbuai oleh lambatnya ritme kehidupanku.

0 komentar:

Posting Komentar