Ramai Tapi Sendiri

Dua tempat yang paling senang aku datangi akhir akhir ini adalah toko buku dan perpustakaan.  Bukan. Aku bukanlah orang yang gemar membaca.  Dan aku mendatangi dua tempat itu tujuan utamanya memang bukan untuk membaca. Dua tempat itu adalah tempat di mana kita bisa menjadi diri kita sendiri, bisa juga menjadi orang yang benar benar asing. Dan yang paling aku sukai, di dua tempat ini, kita bisa merasakan keramaian sekaligus merasa sendiri. Ironis.

Di toko buku dan perpustakaan, kita bisa (berpura pura) menjadi seorang agammis dengan hanya membuka buka buku agama, bahkan tanpa membacanya.  Kita bisa menjadi seorang musisi dengan membuka buka buku musik.  Kita bisa menjadi ahli hukum dengan membuka-buka buku hukum. Kita bisa menjadi apa saja.  Dunia ini memang benar panggung sandiwara.


Usia

Siang tadi aku menelfon Mamah.  Dan apa salah satu dialog yang terjadi di antara kami? “A, sudah punya calon belum?” tanya beliau. Lalu aku setengah tersenyum mengenaskan menjawab, “Belum, Mah.  hehehe. Belum kepikiran. Sekarang mah masih mikirin lulus dulu”.  Mamah kemudian melanjutkan, “Iya bagus kalau seperti itu. Nanti kalau sudah punya kerja mah silakan saja mau nikah juga.”  Lalu aku hanya bisa menjawab dengan tawa yang dipaksakan.

Barusan, salah seorang teman kelas membagikan foto surat undangan pernikahannya di grup.  Pikiran yang tadi siang ada di kepalaku muncul lagi ke permukaan:  Betapa sudah (harus) dewasa-nya aku ini.  Mengingat angka tahun kelahiranku, aku sudah tidak bisa dikatakan remaja lagi.  Apalagi anak-anak.  Sedang kelakuanku masih saja seperti bocah, masih serba tergantung kepada orang tua. Selangkah di depan, aku sudah harus memikirkan tentang kehidupan yang sesungguhnya, tentang bagaimana mencari nafkah, serta bagaimana bersiap untuk nikah.

People Come and Go

Selagi bisa bareng bareng, selagi dia masih mau dengerin curhatan dan keluh kesah kita, hargai dia sebaik-baiknya. Karena mungkin di depan sana ada persimpangan yang memisahkan. “Nikmati sepotong kue yang tersisa itu sebelum habis, atau busuk.”

Lalu kemudian dibalik.

People go and come
Jangan biarkan orang yang mau pergi menghalangi pintu hingga orang baru susah masuk.
***

Hal yang barangkali telat aku pahami adalah, bahwa ada orang yang diciptakan menjadi bagian dari hidup kita, ada juga orang yang memang diciptakan untuk “numpang lewat” saja.  Terasa sarkastik memang, tapi itulah kenyataannya.

Kita memang sebisa mungkin harus menjaga silaturrahmi dengan siapa saja.  Terlebih orang yang telah berjasa dalam hidup kita.  Bisa pacar, teman, sahabat, guru, atau orang lainnya.  Tapi toh mungkin suatu hubungan memang ada “akhirnya”.  Ada kalanya kita harus rela melepaskan orang yang pernah mengisi hari-hari kita, seperti lelaki yang melepas kekasihnya di stasiun pemeberangkatan. Bukan untuk memutus tali silaturrahmi, tapi untuk melanjutkan hidup masing masing.  Tidak ada gunanya menunggu orang yang tidak ingin kembali.  Dan tidak ada gunanya mengikat orang yang tak ingin menetap, bukan?