51/50

Andiana
Hari perpisahan itu telah tiba lama
tapi aku masih saja tertahan dalam sebuah nama,
terlena dalam kekang kenang dan angan-angan belaka:

Bila masa depan telah datang
Harus seperti apa diri kuperlakukan
Haruskah kupertahankan bayang
Sedang kau adalah terang siang,
dan aku terperangkap dalam bintang-bintang




Tulisan Ke-50



Di awal tahun 2016 ini aku sempat membuat daftar #revolusidiri2016.  Ada tujuh poin di daftar itu yang berusaha aku wujudkan, dan salah satunya adalah aku harus menulis minimal 50 tulisan di blog-ku ini.  Linknya ada di bawah:

Mengapa aku menulis?
Aku percaya bahwa manusia hidup di dunia ini tidak sebatas numpang lewat saja. Manusia harus memiliki sesuatu yang diwariskan untuk anak cucunya kelak.  Manusia yang namanya akan abadi adalah mereka yang memiliki karya.  Aku tidak pandai menggambar.  Suaraku jelek kalau bernyanyi.  Tidak ada alat musik yang bisa aku mainkan.  Satu-satunya pilihan yang tersisa adalah tulisan.  Aku bisa menulis, maka aku menulis. Semua orang bisa menulis.  Tapi tidak semua orang bisa menghasilkan tulisan yang baik.  Entah secara struktur atau secara hikmah.  Dari menulis aku banyak belajar. Menulis adalah sesuatu yang bisa kita pelajari selama kita hidup di dunia.  Tidak terbatas umur, tidak terbatas ruang dan waktu.

Tahun 2015 lalu aku bisa menulis 30 hari berturut-turut.  Aku bahkan sempat menulis sebuah buku yang aku terbitkan secara mandiri.   Tapi tahun ini, menyelesaikan 50 tulisan dalam setahun saja aku merasa keteteran.  Susah sekali rasanya mendapat ide untuk dijadikan sebuah tulisan.  Ditambah lagi aku harus menyelesaikan tugas akhirku yang sempat terabaikan. 

Seperti komitmenku di awal, angka 50 adalah jumlah minimal.  Aku mungkin akan menulis beberapa tulisan lagi sampai tahun 2016 ini berakhir.  Aku harus tetap menulis, meskipun belum tentu ada orang yang mau membacanya. Telah kukatakan tadi, manusia harus memiliki warisan untuk ditinggalkan.  Semoga tulisan-tulisanku di blog ini menjadi warisan yang bermanfaat untuk penerusku di waktu yang akan datang.

Sebuah Nama Sebuah Doa

Nama adalah identitas. Seseorang bisa diingat dan dikenal lewat nama yang tersemat pada dirinya. Karena latar belakang itula mungkin, nama haruslah enak didengar dan memiliki arti khusus.

Orang tua memiliki hak penuh atas nama yang akan diberikan pada anaknya.  Bila sang anak merasa tidak cocok dengan namanya, pada saat dewasa dia bisa menggantinya sesuai dengan keinginannya. Di luar negeri, khususnya negara barat, ada semacam tradisi unik dalam memberi nama.  Nama bisa diambil dari apa saja.  Contohnya saja Josh W Bush (semak semak),  Nicholac Cage (kandang, kurungan), Nama anak Chris Martin &Gwyneth Paltrow: Apple (Apel),  dan masih banyak yang lainnya.

Di Indonesia sendiri, ada nama-nama khas dari tiap daerah.  Misalnya Buyung dari Sumatera Barat, Ujang atau Asep dari Sunda, Ketut dari Bali, dan lain-lain.

Nama adalah sebuah doa.  Di kampungku, dari dulu sampai sekarang, ada tradisi "ngitung" nama alias meminta nama pada seseorang yang dipercaya bisa "menghitung" dalam menentukan sebuah nama, disesuaikan dengan hari dan tanggal kelahiran si anak.  Biasanya nama yang diambil berasal dari bahasa arab atau diambil dari Al-Quran serta memiliki arti-arti yang bagus.  Taufik, misalnya yang berarti anugerah.  Saeful yang berarti pedang,  Saefuddin yang artinya pedang agama.  Ada juga yang memberi nama seperti nama-nama nabi. Contohnya Muhammad, Yusuf, Adam, Harun, Sulaiman, Jakaria, Yahya, dan sebagainya.

Seiring perkembangan jaman. televisi sudah bukan barang yang aneh lagi ditemukan di rumah-rumah warga.  Isi tayangan dalam televisi yang banyak menampilkan artis artis terkenal juga ternyata mampu mempengaruhi warga di kampungku dalam menentukan nama untuk anaknya.  Jika dulu nama anak banyak yang berasal dari bahasa Arab, perlahan kini mulai bergeser.  Orang tua banyak memberi nama anaknya "meniru" nama-nama artis yang sedang beken saat ini.  Contoh:  Syahreza (diambil dari nama belakang Afgan). Ariel (diambil dari nama vokalis Band Noah). Shakira (diambil dari nama penyanyi barat).  Nama nama semacam Muhammad dan taufik sudah mulai ditinggalkan.

Tidak ada yang salah, memang.  Sekali lagi orang tua berhak memberi nama apa saja pada anaknya.  Satu hal yang harus diingat, bahwa nama adalah doa.  Dan yang aku khawatirkan, ciri khas kedaerahan yang tersemat dalam nama-nama orang Indonesia menjadi hilang.  Takutnya, orang mulai merasa malu bila orang tuanya memberi nama dia Ujang atau Asep lagi.

Konspirasi

Semenjak aku mulai mengurusi tugas akhirku lagi, aku menjadi dekat dengan salah satu petugas AJMP di kampus.  Bapak AJMP beberapa kali meminta bantuan kecil kecilan seperti membelikan pulsa kepadaku, dan sebagai timbal baliknya, aku mendapat kemudahan-kemudahan dalam pelayanan di kampus.  Bila dulu aku harus bolak-balik kampus hanya untuk mengecek draft skripsiku sudah diperiksa atau belum, sekarang Bapak AJMP tanpa diminta selalu memberi tahu lewat SMS bila draft-ku sudah selesai diperiksa.

Suatu ketika, aku menyetor draft ke AJMP.  Bapak AJMP itu mengajakku untuk berkunjung ke rumah salah satu temanku yang sudah agak lama menghilang. Bapak AJMP itu katanya hendak memberikan semangat agar temanku itu segera menyelesaikan tugas akhirnya.  Aku sempat bertanya-tanya, kenapa yang beliau kunjungi hanya salah seorang temanku saja, padahal ada sekitar 7 orang lagi yang agak "tertinggal" dalam menyelesaikan tugas akhir ini.  Mengapa keenam orang lainnya tidak ikut dikunjungi pula?. 

Awalnya aku sedikit menolak dengan menunda-nunda ajakan tersebut.  Selain rumahnya yang cukup jauh, aku juga rada "kagok" dengan temanku.  Aku menunda-nunda berharap Bapak AJMP mengajak orang lain saja.  Tapi hari berganti, setiap bertemu beliau, selalu saja aku yang diajak.  Ya sudah.  Tidak akan ada akhirnya jika begini terus.  Aku menyanggupi permintaannya.

Tibalah hari yang telah kami janjikan. Aku mengira Bapak AJMP ingin bertemu dengan orang tua temanku. Aku mengira peran diriku hanyalah sebagai pengantar, sebagai mahasiswanya yang kebetulan bisa memberi tumpangan gratis.  Tidak lebih.  Tapi ketika sampai di sana, perkiraanku salah total.  Ternyata justru ada "konspirasi" antara orang tua temanku dengan Bapak AJMP.  Orang tua temanku ingin agar ada yang membantu, setidaknya menyemangati anaknya supaya segera menyesesaikan tugas akhirnya.  Aku malah diminta sekali-sekali untuk menginap di rumahnya. Aku dijebak! hahaha.... 

Bukan masalah sebenarnya bila ada orang lain yang membutuhkanku.  Terlebih dia adalah temanku sendiri.  Masalahnya adalah mengurusi diriku sendiri saja aku kesusahan, ini mau sok menyemangati orang lain.  Aku seperti memberi nasihat sedangkan diriku sendiri perlu dinasihati.