The Creepy Thing Called KULIAH

Dulu gue pikir, menjadi seorang mahasiswa itu adalah hal yang sangat menyenangkan. Nongkrong bareng temen temen di basecam, hura-hura, ketawa ketawa, diskusi mengenai ini dan itu dari sudut pandang ilmiah ala seorang yang berpendidikan tinggi.

Dulu gue pikir mahasiswa itu adalah predikat yang paling keren. Pergi kuliah menenteng tas, memakai baju keren tapi ga’ hilang kesan wibawanya, menjinjing buku ukuran besar tapi tebalnya ga’ lebih dari seratus lembar.

Dulu gue pikir menjadi mahasiswa itu seperti hidup di alam mimpi. Mandiri (bebas), sibuk dengan hal-hal yang menyenangkan.

Dulu ya dulu, sekarang yang sekarang
Dulu bukan sekarang dan sekarang bukan dulu.

Setelah mengalami sendiri, gue baru tau bahwa menjadi seorang mahasiswa itu ga’ segampang yang gue kira dulu, ga sekeren yang gue kira dulu, ga se-menyenangkan yang gue kira dulu.

Bahkan,

Terkesan ‘menyeramkan’.

Hidup sendiri jauh dari orang tua, jauh dari orang orang yang kita cinta, jauh dari temen temen sekolah yang dulu solid banget sama kita.

Kalo dulu, jajan itu bisa semaugue, ga pernah mikirin uang yang ada di dompet, mau kosong, mau isi, tinggal minta sama ortu.
Sekarang?
Makan sama telor bisa 3000 juga ngerasa beruntung banget.
Ada kalanya ortu belum transfer uang, dompet udah tipis banget, banyak kebutuhan yang harus dibeli pula. Mau telfon ke rumah minta ditrasnfer, malunya setengah mati.

Kalo dulu, PR dikerjain di kelas juga udah jadi kebiasaan. Ga ngerjain PR pun paling cuman ditegor dikit, paling parah dimarahin. Nilai butut juga masih ada remed
Sekarang? Urusannya sama DO. Ga bisa main-main sama tugas.
Sehari hari hanya berkutat dengan tugas dan tugas, jarang banget bisa kaya di SMA dulu, ngumpul bareng, ngobrol sana sini, main main tanpa memikirkan laporan praktikum yang harus dikumpulkan besok.

Masalah perbedaan guru sama dosen..
Guru bakal ngusahain gimanapun caranya supaya muridnya ngerti. Jungkir balik mengkatrol nilai supaya nilai kita yang parah jadi bagus di raport pun udah kerjaan rutin tiap semester. Kesannya guru yang butuh nilai kita bagus. Guru yang ngejar-ngejar kita. Kalo dosen, kita yang ngejar ngejar. Nilai kita aancur se ancur ancurnya pun dosen mana peduli. Yang penting materi udah disampaikan, terserah mau ngerti atau engga.
Ada segelintir dosen yang ketika memberikan kuliah, beliau hanya membaca slide yang ditampilkan. Paling ditambah dengan sepatah dua patah kata pembuka dan penutup. Dan hasilnya apa? Mahasiswanya pada pules tidur di kelas, termasuk gue. Gue adalah salah satu mahasiswa yang rajin tidur saat kuliah sedang berlangsung. Dipaksa paksain juga buat melek, tetep aja mata ga bisa diajak kerja sama.

Hal yang paling gue rindukan dari masa masa SMA adalah temen temen gue. Gue akui gue emang ga begitu deket sama mereka. Tapi sekarang kerasa banget pentingnya mereka buat hidup gue. Ga hanya buat temen main, temen bercanda, temen berbagi cerita, kehadiran mereka di depan gue pun udah cukup rasanya buat ngapus separuh dari beban hidup yang harus gue tanggung.

For you all, I realy realy miss you.
If I can turn the time back like a wristwatch, I would never waste it with loneliness, without you beside me. Aslina...

*************

GUE TAU NGELUH ITU GA ADA GUNANYA

GUE JUGA NGERTI NGELUH ITU GA NYELESAIN MASALAH


TAPI

WAJAR DONG KALO KITA KESEL SAAT BANYAK MASALAH YANG MESTI GUE PIKIRIN, DATENG LAGI ORANG BAWA-BAWA MASALAH BARU, NAMBAH NAMBAH MASALAH BARU..

WAJAR DONG KALO GUE LEBIH MEMENTINGKAN APA YANG MENURUT GUE LEBIH PENTING

WAJAR DONG KALO GUE GA SUKA...

Balada Anak Padang Pasir (Part 2)

Seorang anak laki laki duduk di sebuah batu di padang luas. sikutnya ditopang oleh kaki yang langsung menginjak pasir putih tanpa alas. Pikirannya kosong. Dia terdiam sementara orang-orang yang memakai pakaian putih mirip pakaian ikhrom saling berlalu lalang melintasinya dari berbagai arah. Mereka tampak terburu-buru dan kebingungan. Apa yang mereka kejar ? Apa yang mereka khawatirkan?

Pikiran anak itu masih kosong. Matanya menatap lurus ke depan. Kakinya masih kokoh menopang sikut yang terasa semakin berat. mengapa ia hanya diam? Mengapa ia tak mengikuti orang lain berlari lari kecil? Mengapa ia juga tak menampakkan kekhawatiran seperti orang-orang yang berlalu lalang melewatinya?


(01 April 2011)

Sebuah Pentas Drama

Tiga hari terakhir ini sekolahku tercinta, SMA N Tanjungsari mengalami pergolakan yang luar biasa. Bukan karena ada isyu bom buku yang belakangan marak diberitakan di media massa, tapi karena suatu tulisan yang cukup membuat para penghuni sekolah tercengang.

“Mrs. Rukmini please leave my school. By all of students.” Begitulah kira kira kalimat yang tertulis rapi di selembar kertas yang ditempel di papan informasi di satu sudut sekolah kami. Tulisan itu di tik komputer. Mungkin agar pihak sekolah sulit melacak siapa pelaku yang telah berani menulis hal semacam itu.

Aku sempat tertawa saat pertama kali melihat tulisan tersebut. Bukan bermaksud meledek, hanya saja aku merasa heran, kok ada orang yang berani menempel tulisan seperti itu. Tapi jujur, kuangkat dua jempol tanganku untuk orang tersebut.

Awalnya kukira Kepala Sekolah akan mengabaikan tulisan itu begitu saja. Soalnya, beliau sama sekali tak menyinggung secara langsung mengenai tulisan itu dalam upacara bendera kemarin. Beliau hanya memberikan amanat biasa layaknya pembina upacara lain.

Selasa pagi, seluruh siswa digiring ke lapangan. Aku mengira ada suatu even penting sehingga kami harus melaksanakan upacara di hari selasa. Tanpa curiga sedikit pun, aku berjalan menuju lapangan sekolah. Belakangan, banyak orang yang bilang bahwa akan diadakan sidang terkait tulisan itu. Lha sidang gimana, emangnya udah ada tersangka penempel tulisan itu ?

Semua siswa tanpa kecuali berbaris menurut kelasnya masing masing. Guru-guru pun ikut hadir di lapangan. Setelah semua perlengkapan siap, Pak Jajang, Wakasek kesiswaan maju ke depan. Alisnya yang tebal mirip ulat bulu itu nampak turun naik seiring kata per kata yang diucapkannya. Sambil menunggu kepala sekolah turun, beliau membicarakan beberaoa hal kepada kami. Dan sayangnya, aku sudah tak ingat lagi apa yang beliau bicarakan.

Kepala sekolah pun muncul. Setelah menyalami guru-guru yang hadir di lapangan,beliau kemudian dipersilakan untuk maju. Tak nampak raut kekesalan sama sekali di wajah beliau. Satu hal yang mejadi perhatianku, benda yang berada di tangannya. Baru kali ini kulihat beliau hendak berbicara dengan membawa suatu teks bacaan.

Dengan suara dan gaya bicara yang khas, beliau memulai pembicaraannya. Kata demi kata, kalimat demi kalimat keluar dari mulutnya. Tanpa sadar, kami telah berada di tengah-tengah pembicaraan.

Aku tak bisa mengulang secara lengkap pembicaraan beliau. Tapi intinya, beliau murka terhadap orang yang berada di balik tulisan itu. Beliau mengancam mereka dengan pasal-pasal dalam KUHP yang hukumannya sangat teramat berat jika harus ditimpakan kepada seorang pelajar. Sengaja beliau bawa buku KUHP sebagai acuan dari ancaman beliau. Pasal yang terkait dengan masalah ini kurang lebih menurut beliau adalah pasal tentang pelecehan nama baik, penghasudan kepada orang lain untuk menjatuhkan seseorang, tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjatuhkan seseorang dari jabatannya, dan sebagainya. Terkait dengan masalah ini, aku akan memberikan tanggapanku di akhir nanti.

Rabu sekitar pukul 9an, para para wakasek, para wali kelas, para guru BP, stap inti MPK dan OSIS, serta para KM hendak melakukan musyawarah dengan kepala sekolah terkait hal ini. Namun seperti yang dikatakan kelasku, kepala sekolah hanya memberikan keputusan begitu saja dan lantas meninggalkan ruangan musyawarah. What a bla bla bla... sanes musyawarah atuh ari keputusanna sepihak kitu mah... selepas kepala sekolah meninggalkan ruangan, yang lain terus melanjutkan musyawarah. Tak ada satu orang pun katanya yang setuju akan keputusan kepala sekolah mengeluarkan “para terdakwa”.

Selang beberapa menit sehabis musyawarah bubar, anak anak berbondong bondong pergi ke lapangan. Di tengah terik matahari yang menyengat, kami, aku tepatnya terpaksa harus duduk manis di tengah lapang. Ketiga wakasek tampil di depan kami. Aku sempat kebingungan dengan inti dan tujuan kami kesini. Mereka bilang kami berdemo. Apa? Siapa yang mau demo? Aku kesini karena digiring oleh salah seorang guru. Bahkan kukira kami hanya akan mendengan keputusan yang telah diambil. Lagian, aku yakin dengan seyakin yakinnya, anak anak yang lain pun tak bermaksud berdemo. Bahkan samar samar kudengar mereka datang ke lapangan hanya untuk menghindari pelajaran di kelas. “Mending papanasan tibatan kudu diajar di kelas mah.” Ironis sekali.

Keputusan final yang diambil setelah para wakasek bermusyawarah dengan kepala sekolah adalah, mereka tidak dikeluarkan. Tapi, ada sanksi dan ketentuan tertentu yang harus mereka jalani.

Awalnya, aku kurang tertarik akan masalah ini. Toh semuanya tak ada sangkut pautnya denganku. Tapi, Ibu guru PKn mengajarkan untuk memiliki budaya politik partisipan, atau setidaknya subjek, jangan parokial. Karena itulah aku ingin mengungkapkan pendapatku di sini.

Bukan berarti aku berada di pihak para pembuat tulisan itu, terlepas dari benar tidaknya cara mereka mengungkapkan pendapat, terlepas dari benar tidaknya cara mereka melakukan protes, terlepas dari hal-hal yang melatar belakangi mereka melakukan hal tersebut, kuangkat topi untuk mereka. Kuacungkan jempol untuk mereka yang berani protes atas sesuatu yang menurut mereka tidak sesuai dengan keinginan mereka. Mereka telah berani melakukan protes walaupun dengan cara-cara yang sangat teramat nekad. Setidaknya dengan adanya protes seperti itu, sekolah khususnya kepala sekolah harusnya mau berintrospeksi diri. Takkan ada asap jika tak ada api.

Terkait dengan pasal pasal pidana yang dibacakan, aku rasa ini sama sekali tidak berkaitan.

“Mrs. Rukmini please leave my school. By all of students.”

Dari kalimat tersebut, di mana letak yang menunjukkan pencemaran nama baik? Di mana letak yang menunjukkan adanya niat untuk menjatuhkan seseorang dari jabatannya? Di mana letak penghasudan kepada orang lain untuk menjatuhkan seseorang? Hanya mungkin yang menjadi suatu kesalahan fatal adalah tulisan “All of students”. Kenapa tidak langsung menulis nama mereka sendiri? Mengapa mereka mengatas namakan seluruh siswa? Bukankah tidak ada konfirmasi terlebih dahulu?

Menurutku yang buta hukum, tulisan tersebut hanya berupa permintaan kepada kepala sekolah untuk meninggalkan sekolah ini.

Aku memang buta hukum. Aku memang tak mengerti tentang hukum. Jika aku mengerti tentang hukum tentunya aku sudah menjadi seorang hakim, seorang jaksa, seorang pengacara, tidak menjadi pelajar seperti sekarang ini. Maka dari itu aku ingin belajar. Bimbinglah aku jika aku salah, jangan hanya bisa marah dan menyalahkanku.

“Para terdakwa” pun tidak sepenuhnya benar. Cara mereka yang terlampau nekad justru hanya akan menjadi bumerang bagi mereka. Kebebasan berpendapat memang seharusnya dijunjung tinggi, tapi harus dengan cara yang baik dan benar tentunya. Toh masih ada cara-cara yang legal yang bisa ditempuh untuk melakukan protes tersebut.

Perlu aku pertegas lagi, aku tidak berada di pihak manapun. Tidak di pihak “para terdakwa”, tidak juga berada di pihak kepala sekolah.

Wallohu a’lam

Balada Anak Kebingungan

Membohongi diri sendiri, membunuh logika yang tak terbantahkan, merobohkan tembok kenangan yang telah lama kokoh berdiri. Menyangkal akal, meruntuhkan pikiran, menipu perasaan dan emosi yang masih tetap bertahan.

Kuberdiri di tengah jalan, jembatan antara cinta dan kemunafikan, atau antara kemunafikan dan cinta. Lelahku samadengan elegiku untukmu, mendadak runtuh dan perlahan kembali tumbuh.

Kuberdiri di persimpangan, jalan dua arah yang sama sekali berlawanan. Antara baru dan lama, datang dan pergi, pengeluh dan ceria. Lelahku samadengan elegiku untukmu, mendadak runtuh dan perlahan kembali tumbuh.




(28 Maret 2011)

Dua Warna Pelangi



Dua warna pelangi

Terbit di halaman rumahku

Yang satu pucat pasi

Mungkin habis menangis

Yang satu tampak tertawa

Tak ada beban baginya

Dua warna pelangi

Terbit menembus kaca kamarku

Yang satu merah menyala

Yang satu hijau teduh

Dua warna pelangi

Terbit menembus kaca kamarku

(29 Maret 2011)

Pernah Aku Bertanya

Pernah kutanya mentari, “Apakah sinarmu selalu diterima bumi ?”
“Tidak, kadang awan tebal membuat kebaikkanku terlupakan.”
Pernah kutanya malam hari, “ Apakah kau hanya bisa memberi kami kegelapan?”
“Tidak. Aku punya bulan dan bintang yang selalu memberi keindahan.”
Pernah kutanya pelangi, “ Mengapa orang orang menyebutmu cantik, bukankah kau hanya sekumpulan dari sekian banyak warna?
Dia tak menjawab. Tersinggung mungkin dengan pernyataanku.

Lalu kutanya mentari, malam hari, dan pelangi,” Apakah aku berdosa jika kusalahkan Adam atas semua yang terjadi ? Mungkin jika Khuldi tak pernah ia makan, kita akan terlahir di Surga. Mungkin tempat kita hidup adalah Surga.
Mereka tak menjawab, hanya menatapku lama dengan tatapan yang aneh.




(12 Maret 2011)

Friendship is (not) Bullshit


Aku berjalan sendiri di salah satu koridor sekolah. Walaupun orang berlalu lalang di depanku, dibelakangku, disamping kanan kiriku, aku tetap merasa sendiri. Tak ada satu orang pun dari mereka yang mengajakku berbicara, bahkan hanya untuk mengucap kata “Hai!”. Aku tak layaknya adalah angin lalu bagi mereka.

Sebuah suara terdengar menyapaku, akhirnya. Aku amat kenal dengan suara ini. Suara sedikit cempreng khas seorang gadis. Dengan wajah datar aku menoleh ke arah datangnya suara itu. Senyumnya mengembang begitu saja. Aku hanya membalasnya dengan datar dan dingin.

***

Mungkin aku bukanlah seorang pencerita yang baik, pencerita yang bisa benar-benar menggambarkankan sesuatu yang diceritakannya, yang dipikirkannya. Tapi aku akan mencoba bercerita dengan gayaku sendiri.

Tak perlu kuceritakan tentang latihan senam anak kelas XII IPA 3 yang kacau balau. Yang ingin kuceritakan adalah tentang sesuatu yang menurutku lebih mengharukan daripada tenggelamnya Jack Dawson dalam film Titanic, lebih menggembirakan daripada kabar menangnya Taufik Hidayat dalam Piala Thomas, dan lebih mengasyikkan daripada nonton konsernya Bondan Prakoso and Fade 2 Black dalam acara musik yang akhir-akhir ini selalu menampilkan penyanyi-penyanyi baru yang menurutku kurang bermutu dan asal-asalan.

Minggu 13 Maret 2011

Hari ini bukanlah kali pertama kami berkumpul bersama. Sebelum-sebelumnya, kami sering berkumpul, baik di tempat biasa, maupun di tempat yang tidak biasa seperti hari ini. Jatos, tempat ini bukanlah tempat yang bisa setiap hari kami--setidaknya aku-- bisa kunjungi. Kebanyakan terjadi begitu saja tanpa direncanakan, namun bagai sebuah air, air yang mengalir selalu lebih sejuk dibandingkan dengan air yang tak mengalir.

Awalnya, hanya aku dan si Via yang akan pergi ke Jatos. Kami ingin membeli kado buat si Asep. Walaupun hari ulang tahunnya sudah lama sekali, tapi tak ada salahnya jika kita memberinya saat ini. Seperti sebuah hutang rasanya jika sahabat kita berulang tahun, tapi kita tidak memberinya sesuatu apapun. Maka dari itu kami ingin memberinya sesuatu. Namun, yang lain malah mengajakku untuk pergi, ya sudahlah, tak enak juga kan kalau aku menolaknya dan nanti di Jatos tiba tiba kami bertemu.

Dia Orangnya aneh, lebih tepatnya unik, tak mudah ditebak, sehingga kami kebingungan memilih kado yang cocok untuknya. Namun pada akhirnya, ada suatu benda yang menurut kami sangat unik dan menarik. Harganya pun lumayan cocok untuk kami, terutama untukku yang sedang mengalami krisis keuangan.

Tanpa banyak basa-basi, kami langsung memberikan hadiah itu. Ekspresinya memang datar, tapi aku yakin dalam hatinya ia sangat merasa bahagia. Aku juga yakin, dia bisa menghargai pemberian kami itu.

Setiap pertemuan selalu ada tema yang menarik untuk dibicarakan. Selalu ada tema yang bisa membuatku tertawa lepas. Kali ini pun demikian. Kami tertawa bersama, mengobrol kesana kemari. Aku benar-benar merasakan suasana persahabatan. Begitu menggembirakan. Sampai akhirnya, aku sadar bahwa sebentar lagi semua ini akan berakhir. Semua akan berpisah. Tak ada yang abadi. Memang bibirku masih bisa tertawa dengan lelucon-lelucon mereka. Tapi dalam hati, aku begitu kecewa, sangat kecewa. Mengapa persahabatan yang begitu indah ini harus berakhir begitu saja. Waktu 3 tahun terlalu singkat untuk suatu hal bernama persahabatan.

Mereka adalah orang-orang yang membuatku percaya bahwa persahabatan bukanlah sebuah omong kosong belaka. Persahabatan itu nyata. Persahabatan itu ada. Bersama mereka, aku bisa tertawa lepas. Bersama mereka, aku bisa menjadi diriku sendiri. Bersama mereka, aku tak pernah merasa sendiri dan dikucilkan. Bersama mereka, aku merasa ada yang mau menerimaku apa adanya. Kenangan yang tak akan pernah mungkin bisa kulupakan. Terima kasih.

Untuk Alamsah Firdaus, Asep Ridwan Ali, Nuravianti Kosasih, Eri Anshori Nurhadi, Arief Maulana, Teguh Suseno, Fadjri Firdaus, Rian Saepuloh, orang lain yang masih mau menganggapku sahabat, dan seseorang yang saat ini aku cintai, tulisan ini ada karena kalian. Tulisan ini ada untuk kalian. I’ll never forget you..

The Most Stupid Thing that I've done

07 Maret 2011

Ujian Sekolah hari pertama, Bahasa Indonesia-PAI

Jam pertama berlangsung monoton, membosankan. Soal-soal yang keluar seperti biasa kebanyakan bacaan dan pemahaman. Cukup mudah sih kalau kita benar-benar paham materi sama teliti ngerjainnya.

Istirahat

Apa ini ? anak-anak pada nyiapin kertas contekkan. Aku kira kelas IPA 3 doang yang dapet bocoran jawaban, ternyata kelas lain juga sama. Wah... ga bener ini. Dan percayalah jika kubilang hampir semua anak di ruanganku menyiapkan kertas contekkan. Orang-orang yang kuanggap pintar pun sama dengan yang lain, nyiapin juga “catetan kecil”.

Apa aku harus melakukannya ? Tidak, pantang bagiku untuk berbuat seperti itu (kecuali kalau kepepet, hehe...). Namun, keyakinanku pun mulai goyah, takut jika soal-soal yang keluar meleset dari perkiraanku. Mungkin ini bisa masuk dalam kategori kepepet. Dan asal kau tahu, aku sama sekali belum menghapal pelajaran ini.

Keyakinanku runtuh. Dengan sangat sadar kutulis bocoran itu dalam selembar kertas kecil. Kusilipkan di papan alas serapi mungkin.

Bel masuk berbunyi setelah beberapa saat kusembunyikan kertas bocoran itu. Para pengawas kemudiam membagikan soal beserta lembar jawaban.

Kubuka lembar soal halaman pertama dan seterusnya. Soal nomor 1, meneruskan penggalan ayat dari surat Al-Baqarah ayat 30, soal yang sangat mudah bagiku. Aku sedikit tersenyum saat membaca penggalan ayat ini. Ada sebuah kenangan bersama ibuku tentang ayat ini, yang muncul begitu saja tanpa kuperintahkan. Tapi tak perlu kuceritakan kenangan itu di sini.

Pengawas I menghampiriku, menyuruhku menandatangani berkas absen. Aku agak kaget ketika beliau mengambil papan alasku. Darahku serasa memenuhi ubun-ubun. Otakku berhenti berpikir. Tapi untunglah, beliau hanya melihat kelengkapan data dalam lembar jawabanku, dan berlalu setelah aku selesai membubuhi tanda tangan di setiap berkas.

Soal demi soal berhasil kujawab tanpa melihat kertas kecil yang telah kuselipkan tadi, sampai pengawas ke II datang untuk mengumpulkan kartu peserta. Dengan sangat hati-hati kucabut kartu yang kupakai menutupi kertas kecil itu pelan-pelan supaya kertas itu tidak ikut tercabut, dan sial, kertas berengsek itu malah ikut keluar, muncul tanpa bisa kutahan. Darahku benar-benar memenuhi ubun-ubunku kali ini. Seperti ada getaran listrik yang menyengat seluruh tubuhku. Gembel... padahal, asal kau tahu saja, kertas sialan itu benar-benar ga berguna untukku. Tanpa kertas sialan itupun aku bisa mengerjakan semua soal, walau ada sebagian yang kutebak dan kukira-kira. Tapi untunglah, pengawas II itu ngga heboh, ga tau deh nanti di ruang guru atau ruang panitia. Dengan sangat kesal kuremas kertas sialan itu dan kulempar jauh jauh dari hadapanku.

Dari Misi Kemanusiaan Menjadi Misi Pembalasan

TO hari ke dua, matematika sama biologi…

Bukan hal yang aneh jika gue ngga belajar sama sekali. Udah ada niat sih, udah pegang buku, tinggal naik ke atas, tapi Cuma sebatas niat. Ngedadak aja jadi males dan ga mood. Tidur tiduran, dan akhirnya tidur beneran. Hahaha….

Pukul 03.00
Alarm berbunyi
Dingin dingin kepaksa ngambil wudhu, bukan tahajud, tapi sholat isya. Parah pisan si gue… habis itu, dikit-dikit buka buku, biar ada proses dan usaha (cenah). Ngapalin matematika dari kelas 1, biologi dari kelas 1 pula dalam waktu 2 jam.. bisa dibayangin kan hasilnya gimana… untung aja darah Einstein mengalir dalam diri gue, haha…..

Pukul 07.30
Perang dimulai
Matematika, hm…awalnya sih pede abis, ngerjain beberapa soal, dan hasilnya ada di pilihan jawaban. Ngga tau deh bener engga nya.. dan kebiasaan, kalo udah ngerjain soal, segimana susahnya pasti berusaha dipecahin. Dan akibatnya, waktu tinggal 15 menit lagi, sedangkan soal yang udah kejawab cumin 12 butir, itu juga sebagiannya hasil nembak. Gila. Waktu tinggal 5 menit, ga ada waktu lagi buat mikir, apalagi ngotret. Dan bisa dibayangin, baru nembak 3 soal, bel udah bunyi. Gembel…

Pukul 12
Bubar.
Biasa, ngumpul-ngumpul bareng KGJ. You know KGJ? Hahaha….
Ketawa ketiwi, ngomongin ini itu, nyampe makan mie ayam bareng di sebrang sekolah. Ada sesuatu yang unik sih sebenernya pas kita makan mie ayam, tapi gue males ngebahasnya..
***

Bangun dari tidur siang, bukannya seger malah makin nyut-nyutan kepala. Ga biasa tidur siang sih… dan percayalah, sampai sore gini, gue belum berhubungan sama sekali dengan yang namanya pelajaran kimia ataupun English…. Suek., malah asik aja fb an ama twitteran…
Oh ya, ternyata hari ini adalah hari ultahnya F2B. baru tau gue. Maklum lah, Rezpector Goib yang ga ditampung di sana sini…
***



FINE
Misi pertama resmi terselesaikan. Entahlah hasilnya gimana, moga aja terbilang sukses. Misi yang aneh memang, tapi buat bahan pembelajaran, semua jadi masuk akal (menurut saya).

Misi ke dua
Dari misi kemanusiaan menjadi misi pembalasan.
Kau tahu apa yang aku pikirkan?
Ingin tahu?
Tentunya ngga akan aku beri tahu sebelum waktunya tiba. Penasaran? Syukurlah kalo engga, jadi rahasiaku terjamin aman. Sedikit aku kasih bocoran. Simaklah baik baik:
“Pernahkah kau merasa bahwa kau hidup di dalam sebuah novel? Seperti imaji padahal nyata? Percayalah, hidupmu berada di dalam sebuah novel”

Kau tidak mengerti bukan? Belum saatnya kau mengerti…

(08 Pebruari 2011)

Try To Resist My Mind

TSR...
Begitulah dia menulis tiga huruf di facebook-nya. Terasa aneh memang jika aku berharap bahwa tulisan itu adalah singkatan dari namaku.

***

Pukul 03.00
Alarm HP-ku pun berbunyi. Suaranya nyaring, menghentikan sebuah mimpi yang baru saja kualami. Mimpi yang aneh. Sejenak, aku duduk untuk mengumpulkan nyawa yang belum sepenuhnya melewati masa transisi.

Tombol HP kutekan satu persatu. Tak sampai tiga detik, aku sudah terhubung dengan internet. Layar log in fb pun terbuka. Dengan cekatan, jari jariku menekan tombol-tombol untuk masuk. Cepat sekali. Otakku sudah tak lagi harus memberi mereka komando. Beranda terbuka. Satu Pemberitahuan. Ah, ga penting. Lanjut lihat status-status orang lain, yang ada hanya status-status dari orang yang sama sekali tak kukenal.

Buka twitter
Layar home terbuka secara otomatis tanpa harus log in dulu. Tombol down berulang ulang kutekan sambil membaca satu persatu

Senyumku sedikit mengembang saat mataku sampai di sebuah tulisan. Ada rasa lega yang kurasakan walaupun tak kupungkiri ada rasa kecewa yang begitu dalam. Ak perlu kusebutkan tulisan siapa dan isinya apa.

Ayam jantan tetangga berkokok, dan aku sama sekali belum sholat isya. Kumatikan HP yang baterainya sudah hampir habis itu. Kuambil wudhu.

***

*_* : Kau terlalu rumit dengan pikiran-pikiran yang kau sebut perinsip
Saya : Ya, aku tahu
*_* : Kau berpikir seolah-lah kau adalah seorang filsuf yang hebat
Saya : Tidak. Aku hanya berusaha mengikuti pikiranku
*_* : Kau tahu, Aristoteles pun tak pernah mengabaikan istrinya
Saya : Apa dia menikah waktu hidupnya ? Aku baru tahu
*_* : Bullshit
Saya : Aku mengerti maksudmu
*_* : Lalu apa maumu ? Apa yang kau pikirkan ?
Saya : Entahlah
*_* : Bodoh
Saya : (diam)
*_* : Kau menyia-nyiakan kesempatan terbaik yang pernah datang padamu
Saya : Maksudmu ?
*_* : Itu adalah kesempatanmu untuk masuk, dan kau sama sekali tidak melakukan apa-apa
Saya : Aneh rasanya jika aku masuk saat itu dengan tiba-tiba
*_* : Dan itu memberi kesan bahwa kau sama sekali tak peduli
Saya : Aku peduli, walau aku tak melakukan apa-apa
*_* : Lalu apa bedanya dengan kau tak peduli?
Saya : Masih banyak orang yang peduli padanya
*_* : Dan itu bukan kau.
Saya : Aku akan masuk saat tak ada lagi orang yang peduli padanya.
*_* : Seperti pahlawan kesiangan ? manis sekali... Pengecut.
Saya : Kau tak akan mengerti jalan pikiranku
*_* : Dan kau sendiri tak mengerti jalan pikiranmu.


04 Januari 2011

Langit Malamku

Seperti biasa, kududuk di teras belakang rumahku, ditemani lonceng angin yang kubuat sendiri dari botol bekas obat sirup adikku. Menatap langit yang begitu menawan, tak ada bintang di sana, yang ada hanya sebuah purnama yang sempurna bentuk lingkarannya.

Sayup angin datang menghembus menyapa kulitku, menggantikan kehangatan dengan dingin yang perlahan merambat dalam tubuhku. Tentu lonceng anginku pun bergoyang, mengeluarkan bunyi merdu melebihi musik klasik sekalipun. Perlahan mengencang, kemudian diam, seiring dengan tiupan angin yang datang kemudian pergi lagi.

Aku tak peduli dengan omongan orang jaman dulu yang mengatakan bebunyian di malam hari itu dapat membangunkan arwah-arwah nenek moyang, lantas mereka menirukan bunyi-bunyian tersebut. Entahlah, tak ada satu logika pun yang bisa aku pahami untuk menerima perkataan itu. Yang jelas, aku suka sekali bunyi lonceng angin itu.

Puas menatap langit, pandanganku pun beralih ke arah tenggara. Tiba tiba dadaku sesak kala melihat lampu lampu yang menyala nun jauh di sana. Ah… aku tak mau menggambarkannya.

Tak kuat menahan sesak yang semakin menjadi, aku pun memejamkan mataku, menikmati rasa sakit yeng terus menerus menggerogoti dadaku.

Aku lantas berdiri, memegangi pagar bersi pembatas rumahku dengan tebing setinggi tiga meter kira kira. Dingin kurasa tanganku memegangnya. Mataku menatap lurus dalam-dalam. Kosong. Benar benar kosong. Entahlah, otakku rasanya berhenti mengirimkan sinyal sinyalnya.

XXX

Rasanya sulit untuk terus menjalani semua ini, melawan diri sendiri, melakukan semua yang hasilnya pun tak jelas dan tak tahu manfaatnya apa. Konsisten di dalam ke-tidak pasti-an. Susah untuk bertahan. Susah untuk menjaga emosi, terlebih setelah tahu bahwa semua tak berarti.

Tadinya ingin melompati dua gunung sekaligus, menyelam sambil minum air. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Tapi Perahunya oleng, tenggelam semua.

Sulit menjaga keseimbangan, melupakan rasa demi satu visi, melepas keterikatan antara keduanya. Satu sisi rasa menjadi katalis yang sungguh hebat. Di sisi lain, justru rasa-lah yang meruntuhkan semuanya.

Berat memang, bagaimana untuk tertawa saat bersedih, dan menangis tersedu saat bahagia, mengabaikan isi hati, rasa, dan mungkin, jiwa. Bagaimana menjiwai jiwa orang lain, merasa bahwa dia adalah aku, mereka berada di depan mataku, terdengar, teraba, terlihat.

Materi lagi-lagi sebuah timbangan. Tak mungkin manusia hidup dengan kepuasan batin semata, tanpa materi yang memenuhi kebutuhan lahirnya. Lengkaplah sudah.

Lengkaplah sudah… sebuah monster penghalang yang sangat menakutkan, berkepala rasa, bertangan ketidak pastian, berbadan emosi, dan berkaki materi tak pasti.

Satu hal lagi, hidup bukanlah hanya tentang bagaimana dilihat, tapi bagaimana melihat. Suatu monster menyeramkan lain yang tidak kalah berbahaya. Bahwa kita masih bisa bernafas sekalipun orang lain tak bisa melihat nafas kita. Pergerakan nafas kita kecewa saat tak ada seorang pun yang melihat kita. Berusaha bernafas senormal mungkin, terus bernafas, dan tak peduli apakah ada orang yang melihat kita atau tidak. Memang manusia tidak bisa hidup sendiri. Tapi terlalu picik jika semua hanya untuk mencari perhatian semata.

“Orang beriman tidak hidup dengan pujian dan tidak mati dengan cacian”

Bla bla bla

Haha… sebenernya ga penting juga ngebahas hal ini. Tapi seseorang pernah bilang “Ga semua hal yang dibahas harus penting”. Yups.. setuju.

Ceritanya bermula saat gue mau ngisi blog baru yang masih kosong melompong… udah lama sih bikinnya, tapi karena ga ada jaringan internet di rumah, kepaksa nunggu ke warnet dulu, baru bisa update. Sekalipun ke warnet, kadang tulisan yang mau gue upload lupa ngga gue copy ke fd. Ya sudahlah…

Lanjut… pas buka dasbor, iseng iseng sih liatin blog-blog yang udah gue follow, siapa tau ada hal menarik. DAN… pas liat blognya si anu, hm…. Gue tertegun.. haha.. ada sesuatu yang janggal. Gue baca berulang-ulang, tulisannya tetep ngga berubah. Oh God.. ternyata….

Penasaran tingkat tinggi, gue buka langsung blognya, lho kok ga ada ? tulisan yang janggal itu ga ada… mungkin udah dia hapus, takut ada yang baca kali ya… tapi kok di dasbor gue masih bisa kebaca ya?

Kepalang nanggung, gue terus aja buka postingan postingan dia, siapa tau ada yang ada hubungannya sama tulisan yang gue baca di dasbor…

Nyampe mata gue pada tulisan yang ngebahas tentang persahabatan. Hm… rada ngenes juga sih saat baca tulisan ini… ada pernyataan yang rasanya ngindir gue abis…. Walau ngga nyinggung, tapi tetep aja ngenes… Sungguh…

FRIENDSHIP IS BULLSHIT. Dari pernyataan yang gue pampang di mana aja itu mungkin dia pikir gue adalah orang yang sama sekali ga percaya persahabatan Gue anti sama yang namanya persahabatan. Haha… sorry sob, kayaknya Lu salah paham deh… buktinya gue masih suka berhubungan sama orang-orang yang menurut gue layak untuk dijadikan seorang sahabat. Bukannya lucu saat orang yang anti sama persahabatan, malah menjalin persahabatan dengan banyak orang ? haha… lucu dengan ke-Ngga Konsisten-an nya.

“Some Words may hide others” begitulah kira-kira William Shakespeare pernah bilang. So, pahami dulu makna dari suatu pernyataan, baik yang jelas maupun yang tersembunyi. Jangan cepet ngambil kesimpulan….
Dengan kalimat yang bla bla bla, dia membanggakan hubungan persahabatan yang SAAT ITU dia punya. Hm… persahabatan seperti itu yang patut dibanggakan? Hah.. lucu sekali. Persahabatan sejati tak lekang oleh zaman bos.. gue tanya sekali lagi, persahabatan seperti itu yang kalian banggakan? Lalu kita liat sekarang, detik ini. Kemana perginya persahabatan milik kalian? Masih ada ? Gue ga liat tuh… seperti itu wujud dari sebuah persahabatan? Muncul ke permukaan dengan segala kehebohannya, lalu seketika lenyap di telan ombak. Mengenaskan..

Akhirnya, bukannya mau nyari permusuhan… bukan mau nyari masalah. Mohon maaf yang sebesar besarnya jika ada orang yang kesindir atau kesinggung. Bukan maksud demikian, Cuma ingin mengajak para pembaca (Kalo ada) untuk menilai lebih dalam lagi makna dari sebuah persahabatan. Juga untuk kenangan aku di masa depan, bahwa aku adalah manusia “Biasa” yang punya rasa “Ga suka” sama seseorang. Biar ngga ngerasa udah jadi malaikat yang ngga punya rasa sama sekali.
Haha… begitu bukan yang selalu orang orang lakukan, menutupi kesalahan sebesar gunung dengan sebuah kerikil kecil.
Jadi, apa itu persahabatan?
Apa yang disebut persahabatan?
Apa yang dimaksud persahabatan?
Dimana itu persahabatan?
Komponen apa yang menyusun persahabatan?
Bagaimana struktur dari persahabatan?

Haha… udah kaya PR Biologi aja, yang selalu numpuk sama pertanyaan-pertanyaan menyebalkan.



Enjoy Your life. Life is beautiful. Life is pure.
Life is a grace.


(16-12-10)