Agama

Bukan maksud mestereotip, hanya mengungkapkan unek-unek yang mungkin dimiliki orang lain juga.

Aku punya teman, yang satu beragama Katolik, yang satu Protestan. Yang unik dari keduanya adalah, ketika bulan puasa, mereka seolah "ikut" berpuasa. Si Katolik hanya makan di pagi hari. Selama siang dia selalu berusaha untuk tidak makan. Dan ketika tiba waktu berbuka puasa bagi Muslim, dia senang ikut bergabung dan buka bersama. Si Protestan tidak jauh berbeda. Dia mengaku tidak terbiasa sarapan. Terlebih bila harus dilakukan sangat pagi sekali sekitar jam 3 atau jam 4. Karena itu dia tidak pernah makan pagi selama bulan puasa. Sepanjang siang, entah karena malas mencari makan atau alasan lainnya, dia mengaku jarang makan dan hanya minum saja sampai sore tiba. Menjelang berbuka,, dia sering titip beli makanan khas puasa seperti bubur sumsum dan candil. Keduanya memang tidak berpuasa. Tapi sampai sekarang, aku tidak sekalipun mendengar keluhan bahwa mereka merasa "disulitkan" atas adanya Ramadhan. Mereka tidak pernah mengeluh sulitnya mendapatkan makanan. Mereka bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang mayoritas orangnya beragama Islam.

Di lain pihak, aku punya seorang teman lain. Sebut saja namanya Bunga, walaupun dia seorang laki-laki. Ah... mungkin lebih tepat dibilang kenalan daripada teman. Belum ada sebulan kami berkenalan, Bunga sudah sering curi curi curhat. Hari pertama berkenalan, dia bertanya apakah aku berpuasa atau tidak. Aku jawab bahwa aku berpuasa. Lalu tanpa ditanya, dia menjelaskan bahwa di tengah hari tadi dia batal puasanya. Dia mengaku kalau badannya masuk angin sehingga harus minum jamu dan teh hangat. Keesokan harinya dia bertanya lagi apakah aku puasa atau tidak. Aku jawab lagi kalau aku puasa. Dan tanpa ditanya lagi, dia menjelaskan bahwa dia tidak berpuasa lagi. Katanya, padahal dia sudah niat berpuasa, hanya saja tidak jadi. Aduhaaaai... Siangnya dia meminta untuk diantar ke rumah makan padang. Hari berganti, Bunga mungkin bosan menanyai apakah aku puasa atau tidak. Bunga juga mungkin bosan menjelaskan kenapa dia tidak berpuasa, meski sebenarnya aku tidak pernah sekalipun menanyakannya. Hingga hari ini, hari kesekian kami berkenalan, Bunga tidak lagi banyak bertanya. Dan aku membiarkannya memanaskan air untuk minum kopi tiap pagi.

Panjang yah ternyata... Padahal yang ingin aku ungkapkan hanyalah satu kalimat: bahwa yang merusak agama Islam justru (seringnya) umat Islam itu sendiri.

Who Am I (2)

Pernah mempertanyakan siapa sebenarnya diri kita? Aku sering.
Terkadang aku tidak mengerti dengan apa yang aku suka dan aku inginkan.  Terkadang aku merasa sangat berbeda dan aneh dibanding orang kebanyakan.  Aku merasa seperti ada dua orang yang hidup di dalam tubuhku.

Misalnya:  Aku tergabung dalam kelompok pecinta alam di kampus.  Aku suka naik gunung, suka jalan jalan ke alam, dan sangat benci dengan perilaku manusia yang merusak lingkungan seperti membuang sampah sembarangan atau memperlakukan hewan (langka) tidak semestinya.  Tapi di lain pihak juga aku jauh dari ke-identikan anak pencinta alam lain seperti hidup bebas, suka nongkrong, atau merokok. Aku lebih suka menyendiri dan bisa dibilang anti terhadap rokok.

Contoh lain dalam playlist musik. Ketidakkonsistenan dapat dilihat dari genre musik yang ada di pemutar laguku.  Segala jenis musik tercampur aduk di sana, mulai dari Avenged Sevenfold sampai kangen band.  Mulai dari Linkin Park sampai George Benson.  Mulai dari Avril Lavigne sampai Mariah Carey.  Mulai dari Scandal sampai SNSD.  Mulai dari Tony Rastafara sampai Fiersa Besari.

Dari tontonan film, satu musim aku suka nonton genre action.  Aku suka film perang seperti Tears of The Sun, film tembak tembakan seperti Die Hard, atau balapan seperti Fast and Furious.  Tapi satu musim lain aku suka serial korea, sampai rela berjam-jam nunggu download 50 episode selesai.

Di beberapa waktu, aku sering iseng memperhatikan anak-anak Punk yang bertato sedang ngamen atau sekedar kumpul-kumpul di tengah jalan.  Atau mereka yang fanatik terhadap suatu klub bola sampai rela bangun tengah malam demi menonton tim  kesukaannya bertanding.  Atau mereka  yang fokus menggeluti satu bidang tertentu.  Satu persamaan dari mereka adalah, mereka tahu apa yang mereka suka.  Mereka tahu apa yang mereka inginkan.  Sesuatu yang memang tidak semua orang dapat menemukannya.  Fokus dan konsisten di dalam suatu hal kadang memang tersasa menyulitkan.

(Tak Ada) Hujan Bulan Juni

(Tak Ada) Hujan Bulan Juni

Tak ada New York hari ini
Tak ada hujan bulan juni
Ah, harusnya kutulis pula, tak ada busway dan kopaja hari ini

Stasiun terlalu padat buat kau pijak
Terlalu sesak buat kau penat
Maka biarkan saja jarak meraja
jumawa angkuh sembunyikan jiwa yang tak lagi ada

Kau telah genap
Tubuhmu terisi hujan dari gelas gelas kecil di belakang.
Yang kosong kau tinggalkan

Asal kau tahu saja
Hujan kota ini tak pernah bijaksana
Tak seperti kata Sapardi yang terlalu dimabuk asmara
Menunggu, bagaimanapun juga,adalah sesuatu yang sia sia.

Etika



Sumber gambar:
https://web.facebook.com/photo.php?fbid=1430287686997035&set=pcb.1430287700330367&type=3&theater
https://web.facebook.com/photo.php?fbid=1430287626997041&set=pcb.1430287700330367&type=3&theater

Baru saja membuka facebook dan mendapati gambar yang dibagikan seorang teman.  Rasanya, campur aduk.

Bapak saya adalah seorang guru.  Dan bila membayangkan sosok guru di gambar  adalah Bapak, rasanya bikin sesak.  Dada serasa dipukul pukul oleh sesuatu yang tidak terlihat.  Terlepas foto itu rekayasa atau bukan, sungguh-sungguh atau bukan (dan kalau ini bercanda, sungguh bukan candaan yang lucu), tetap saja dengan melihatnya saja sudah menyesakkan .
Gambar itu mengingatkanku pada satu kejadian dulu. Waktu masih SD, ada teman yang melaporkan bahwa ada yang menghina Bapak. Katanya, orang itu menyebut bapak dengan sebutan yang tidak pantas diberikan murid kepada gurunya.  Lalu ketika sampai di rumah, sambil menangis, aku melapor pada Bapak. Entah mengapa aku melapor harus sambil nangis.  Mungkin tidak terima saja bila Bapak mendapat hinaan seperti yang teman ceriitakan.

Kembali ke masalah gambar, Apa yah... speechles
Pepatah bilang, guru harus digugu dan ditiru, dijunjung dan disanjung. Dan bila surga ada di telapak kaki ibu, maka ilmu ada di punggung tangan guru.

Apa yang salah dengan kita?

Belakangan, marak diberitakan seorang guru dipenjarakan karena mencubit muridnya.  SANG orang tua tidak terima atas perlakuan guru tersebut hingga melaporkannya ke polisi. 
Di kasus lain, seorang ayah mendatangi sekolah anaknya dan dengan paksa memotong rambut guru yang sebelumnya telah terlebih dahulu memotong rambut anaknya si ayah.  Padahal guru tersebut hanya menerapkan disiplin dan aturan yang berlaku di sekolah.

Gila!

Berpindah

Back song: Nadir by Fiersa Besari

Kenangan. Seperti katamu, kita tak hidup di masa lalu. Jadi untuk apa mengenang yang sudah sudah dan tidak akan terulang kembali. Memory is a great servant, but a really bad master. Begitu kurang lebih menurut buku yang pernah kubaca.

Lalu, jangan heran bila kamu mendapatiku terdiam atau melakukan suatu hal yang belum pernah kulakukan. Anggap saja ketika itu, otakku sedang melakukan pengangkutan besar besaran dari amygdala menuju hippocampus, mengubah kenangan ke bentuk seharusnya, memindahkannya ke tempat di mana selayaknya ia berada. Hingga ketika namamu terlintas, aku akan bertingkah seperti sedang mengingat nama nama artis dunia atau tokoh terkenal lainnya. Tidak perlu melibatkan emosi di dalamnya.

Tentang segala hal dalam dirimu, seperti tanggal lahir dan nomor telfonmu, meski sukar kulupakan (ah andai ada mesin penghapus ingatan), biarlah semua itu menjadi serpihan serpihan jejak, tanda bahwa kamu pernah menghuni sebagian dari isi pikiranku. Ketika hari lahirmu tiba, maafkan aku bila aku tidak mengucapkan selamat. Anggap saja itu masih merupakan bagian dari pengangkutan besar besaran yang sedang kulakukan.

Seperti katamu, kita tidak hidup di masa lalu. Tidak perlu menengok ke belakang untuk sekedar melihat apa yang sedang kulakukan. Nikmati saja tawamu bersama teman teman barumu, dengan pacarmu, atau dengan siapa saja yang tidak akan pernah menjadi masa lalumu. Percayalah, aku di sini baik baik saja, membereskan semua jejak yang kau tinggalkan sambil menatap punggungmu yang kian lama hilang.

“Namun jika memang harus berakhir sampai di sini, biarku berharap dengan hati yang keras kepala.”

Sesuatu yang Aku Cinta, Sesuatu yang Aku Lupa

Pengakuan cinta paling nista

Waktu itu ada dua: waktu durasi, waktu yang 1 hari = 24 jam = 1660 menit = 86 400 detik. Untuk waktu ini setiap orang memiliki "jatah" yang sama.
Ada juga waktu "perasaan", waktu di mana jam terasa lama untuk orang yang sedang menunggu, namun terlalu sebentar untuk orang yang sedang dimabuk cinta.  Waktu satu menit tidak ada artinya untuk seorang pengangguran, namun begitu berarti dirasa oleh orang yang tertinggal pesawat terbang.

Kadang aku tiba tiba sadar, betapa aku begitu boros menghambur hamburkan  waktu.  Contoh:  Tanpa terasa kuliahku sudah ngaret 1 tahun, Orang lain sibuk nyari kerja, aku masih berkutat dengan skripsi, orang lain sudah pergi ke bulan, aku masih betah mengurung diri di kamar, orang lain sudah hampir menyekolahkan anaknya, aku pacar saja tidak punya.  Lalu di satu titik aku "tertampar", apa pula yang selama ini aku lakukan?  Maksudku, waktu terasa berlalu begitu saja tanpa aku melakukan apa-apa.

Hari ini, aku kembali merasa tertampar.  Satu adik Omda ternyata sedang mengalami kesulitan membayar biaya UKT (Uang Kuliah Tunggal) alias biaya pertama yang harus dibayar mahasiswa baru ketika melakukan pendaftaran ulang. Beasiswa dari pemerintah dibatasi sedangkan orang tuanya kurang mampu secara materi.  Dan aku baru tahu hal ini setelah semuanya beres ditangani orang lain.  Padahal aku masih berada di Bogor.

Aku  mengaku cinta Wapemala, mengaku cinta Sumedang.  Ada masalah seperti ini, aku baru tahu.  Dan tidak berbuat apa apa.

Aku mengaku cinta Fapet, tapi berkontribusi di BEM atau Himpro saja tidak

Aku mengaku cinta Indonesia.  Melihat orang lain buang sampah ke sungai aku diam saja.

Aku mengaku cinta si... ah sudahlah.  Dia sudah bahagia dengan yang lain.

Maksudku, kadang aku sulit membuktikan rasa itu ke dalam sebuah tindakan.
Aku kurang peka, iya.  Aku tidak pandai melihat keadaan dan kesempatan, ini juga benar. Ke mana saja aku selama ini?