Pengakuan cinta paling nista
Waktu itu ada dua: waktu durasi, waktu yang 1 hari = 24 jam = 1660 menit = 86 400 detik. Untuk waktu ini setiap orang memiliki "jatah" yang sama.
Ada juga waktu "perasaan", waktu di mana jam terasa lama untuk orang yang sedang menunggu, namun terlalu sebentar untuk orang yang sedang dimabuk cinta. Waktu satu menit tidak ada artinya untuk seorang pengangguran, namun begitu berarti dirasa oleh orang yang tertinggal pesawat terbang.
Kadang aku tiba tiba sadar, betapa aku begitu boros menghambur hamburkan waktu. Contoh: Tanpa terasa kuliahku sudah ngaret 1 tahun, Orang lain sibuk nyari kerja, aku masih berkutat dengan skripsi, orang lain sudah pergi ke bulan, aku masih betah mengurung diri di kamar, orang lain sudah hampir menyekolahkan anaknya, aku pacar saja tidak punya. Lalu di satu titik aku "tertampar", apa pula yang selama ini aku lakukan? Maksudku, waktu terasa berlalu begitu saja tanpa aku melakukan apa-apa.
Hari ini, aku kembali merasa tertampar. Satu adik Omda ternyata sedang mengalami kesulitan membayar biaya UKT (Uang Kuliah Tunggal) alias biaya pertama yang harus dibayar mahasiswa baru ketika melakukan pendaftaran ulang. Beasiswa dari pemerintah dibatasi sedangkan orang tuanya kurang mampu secara materi. Dan aku baru tahu hal ini setelah semuanya beres ditangani orang lain. Padahal aku masih berada di Bogor.
Aku mengaku cinta Wapemala, mengaku cinta Sumedang. Ada masalah seperti ini, aku baru tahu. Dan tidak berbuat apa apa.
Aku mengaku cinta Fapet, tapi berkontribusi di BEM atau Himpro saja tidak
Aku mengaku cinta Indonesia. Melihat orang lain buang sampah ke sungai aku diam saja.
Aku mengaku cinta si... ah sudahlah. Dia sudah bahagia dengan yang lain.
Maksudku, kadang aku sulit membuktikan rasa itu ke dalam sebuah tindakan.
Aku kurang peka, iya. Aku tidak pandai melihat keadaan dan kesempatan, ini juga benar. Ke mana saja aku selama ini?
0 komentar:
Posting Komentar