Aku pernah membaca sebuah artikel di facebook tentang seorang penjual
sate yang hanya berjualan ketika dia menginginkannya. Jadi ketika kita
mau membeli sate dari bapak itu, kita harus menelfon dulu untuk
menanyakan apakah si Bapak penjual sate berjualan atau tidak. Si
penulis artikel pernah langsung mendatangi tempan berjualannya dan
mendapati Si bapak tidak berjualan.
Sekilas, bapak ini
mungkin terkesan malas dan semau dia dalam bekerja. Tapi si penulis
artikel kemudian berbincang lebih jauh dengan Si Bapak. Akhirnya
diketahui bahwa Si Bapak memiliki prinsip dan pemahaman bahwa Rejeki itu
ada di langit, penentuan jumlah bagian tiap makhluk sudah selesai.
Kita sebagai makhluk hanya bertugas untuk menjemputnya. Dipikir-pikir memang ada benarnya juga. Rejeki memang tidak akan tertukar.
Lalu
aku menyambungkan dengan kejadian yang belum lama ini terjadi, tentang
bentrokan antara sopir angkot dan ojek online di beberapa daerah.
Puluhan sopir angkot melakukan sweeping keberadaan ojek online. Hari
berikutnya, sebagai balasan, giliran ratusan ojek online yang
menghentikan angkot dan merusaknya. Puluhan angkot dan motor milik para
ojek online dirusak. Katanya, sejak ojek online muncul di daerah
operasi angkot, pendapatan para sopir angkot dan ojek konvensional
menurun drastis. Luar biasa.
Mari kita tidak melakukan
penghakiman. Mari keluar dari konsep benar dan salah, siapa yang
berkah dibenarkan dan siapa yang berhak disalahkan. Mari bersikap
netral dan tidak memihak siapapun dan melihat masalah secara objektif.
Sepertinya
sebagian besar dari kita, dan jangan-jangan kita sendiri termasuk di
dalamnya, belum paham betul konsep rejeki dan pembagiannya. Pemahaman
kita masih jauh tertinggal bila dibanding dengan pemahaman tukang sate
yang aku ceritakan di awal tadi: bahwa pengaturan, pembagian rejeki
semua makhluk sudah ditetapkkan jumlahnya. Tugas kita hanyalah
menjemputnya, seperti penentuan jodoh, seperti penentuan tanggal berapa
kita dilahirkan dan meninggal, seperti seberapa banyak tarikan dan
hembusan nafas yang kita miliki selama hidup.
Bila
urusan rejeki sudah diatur sedemikian rupa, lalu apakah mungkin rejeki
itu akan tertukar atau dirampas dari tangan kita begitu saja?
0 komentar:
Posting Komentar