Lelaki Idaman

Di kampus dulu, ada seorang dosen laki-laki muda yang sedikit "nyentrik".  Mengapa aku sebut nyentrik?  Karena beliau berbeda denga dosen-dosen lainnya.  Beliau termasuk dosen pintar di kampus. Pendidikan magister dan doktoralnya ditempuh di luar neger.  Bahkan pendidikan S3-nya ditempuh di Swiss Federal Institute of Technology (ETH) Zurich, tempat di mana Albert Einstein pernah bersekolah.

Pendidikan yang tinggi, otak yang cemerlang, pengetahuan yang luas tidak menjadikan beliau bertinggi hati.  Penampilan beliau di kampus sangat sederhana dan bersahaja. Bahkan suatu hari ketika istrinya baru melahirkan anak keempat mereka, Beliau tidak sempat berganti baju, hanya mandi dan akhirnya pergi ke kampus, mengajar mahasiswa dengan memakai celana training.  Istri baru melahirkan namun beliau tetap tidak berlepas tanggung jawab untuk tetap mengajar di kelas.

Baru-baru kemarin, aku melihat beliau sholat Maghrib berjamaah di sebuah masjid di dekat tempat tinggalnya.  Teman bilang, beliau memang rutin shalat berjamaah di sana.  Bayangkan, untuk orang sesibuk itu, beliau masih menjaga shalat berjamaahnya.

Dari segi fisik-- sebenarnya aku merasa tidak enak memberi penilaian ini, tapi -- harus diakui, mungkin para gadis muda masih akan terpesona dengan wajahnya.  Belum lagi sorot matanya yang teduh membuat bapak yang satu ini terlihat berwibawa.

Aku kadang berpikir, kok bisa ada orang seperti beliau:  rupawan, cerdas, berwawasan luas, bersahaja, dan pasti kaya hati dan harta.  Aku yakin, siapapun wanita pasti ingin mendapat pendamping yang memiliki karakter seperti itu.

Lalu kenapa aku tidak meniru sifat-sifat itu? 
Ah, Bertindak tidak selalu semudah membuat tulisan.
Bertindak tidak selalu semudah berpikir dan berkhayal.
Bertindak sayangnya tidak selalu semudah mengajukan pertanyaan.

0 komentar:

Posting Komentar