Suatu hari aku pernah ngobrol santai dengan seorang teman, sebut saja namanya Alam ( @alamsahfirdaus
) tentang suatu topik yang sebenarnya berat. Namun karena kami
membahasnya dengan makan sosis dan lesehan, jadinya sedikit santai.
heheh. Topiknya tentang Jodoh. Mungkin karena kami berdua masih
jomblo, single, tidak berpasangan, atau apalah disebutnya, pikiran kami
jadi nyambung. Banyak pemikiran yang kami berdua sepakati.
Kami
berpendapat kalau pacaran adalah pemborosan. Boros pikiran, uang,
tenaga, dan waktu. Terserah orang lain mau berpendapat apa. Tapi kami
sering menyaksikan sendiri, yang lama-lama pacaran dengan mesra belum
tentu bersanding di pelaminan. Belum penggalauan ketika putus dan patah
hatinya tumpah di media sosial (kami sendiri juga pernah mengalaminya).
Kedua
tentang taarufan. Sejujurnya, aku pribadi sangat jauh untuk disebut
sebaai pemuda yang Islami. Tontonanku masih yang begitu begitu, musik
favoritku masih yang teriak teriak, pakaianku masih serampangan,
perilakuku banyak yang jauh dari syariat. Tapi karena aku cukup jengah
dengan keadaan, kami mungkin akan memutuskan akan taarufan. Kadang lucu
kalau sudah menyangkut hal ini. Bagaimana kita berdua berangan-angan
tiba-tiba datang ke rumah si wanita incaran tanpa terlebih dahulu banyak
pemberitahuan. Kami sering menebak-nebak jawaban seperti apa yang akan
diberikan Sang ayah si wanita incara ketika kami mengutarakan tujuan.
Akad
nikah nanti, kami ingin yang sederhana saja. Si Alam bahkan
blak-blakan ingin tanya dulu apakah akad dan resepsi harus di laksanakan
di gedung sewaan atau tidak. Katanya, kalau si wanita incaran ingin
meriah, kawanku itu lwbih memilih mundur saja. hahah...
Sejujurnya,
kami lebih bisa dibilang pesimis daripada orang yang punya prinsip jika
masalah resepsi pernikahan. Kami berkaca pada keluarga sendiri, orang
tua yang tidak bisa dibilang kaya raya, meski tidak bisa dibilang
miskin juga. Orang tua kami hanya pegawai negeri biasa. Gaji dan uang
pensiunnya tidak akan bisa memenuhi biaya resepsi besar besaran.
Jikalau bisa, pasti hasil ngutang kesini ke sana. Pesimisnya adalah
pekerjaan dan penghasilan kami pun sampai kini belum jelas wujudnya.
Rejeki
itu urusannya Di Atas, katanya. Mungkin kami hanya malu saja harus
berdoa dan meminta untuk resepsi pernikahan yang besar besaran.
0 komentar:
Posting Komentar