Neng, Aku Pamit


Neng, aku pamit. Bukan tidak betah, hanya ternyata sudah ada orang lain yang masuk dan duduk. Empat tahun labih aku di sini, menatap matahari dan bulan silih berganti tanpa tahu akhirnya seperti apa nanti.
Tidak perlu mengantarku sampai pintu. Di sana sudah ada tukang becak menunggu. 

Neng, terima kasih. Tempat ini wangi. Aku senang berlama lama di sini. Tapi, meski hidup itu penuh dengan hal tak pasti, aku sudah tidak boleh lagi menanti. Aku harus pergi.

Neng, aku harus kembali berjalan, mencari tempat untuk pemberhentian. Entah untuk tujuan atau lagi lagi hanya sebagai persinggahan. Bila kelak sudah kutemukan, mengingat atau melupakanmu memanglah sebuah pilihan.  Tapi tenang saja.  Seperti yang sudah sudah, aku paling pandai dalam menyimpan kenangan.

0 komentar:

Posting Komentar