Menjadi (Si)apa

Malam ini sehabis Isya, aku membeli nasi padang di daerah Balebak. Meski jauh dan sebenarnya banyak rumah makan padang lain yang lebih dekat, aku selalu beli di sana. Jika ditanya kenapa, aku pun tidak bisa menjelaskan alasannya. Bisa karna enak, bisa karena sudah klop dan biasa, bisa juga karena hal lainnya. Begitu nasi selesai dibungkus dan aku keluar dari rumah makan itu, hujan tiba-tiba turun dengan deras. Salah satu yang membuatku cinta dengan kota ini adalah sifat-tiba-tiba-nya. Susah ditebak. Saat ini cuaca cerah, lima menit kemudian bisa mendung dan turun hujan dengan deras. Penuh kejutan.

Setiba di kamar, aku langsung mengganti baju dan celana, lantas menggantung pakaian yang basah terkena hujan. Sambil makan, seperti biasa aku nonton di laptop. Berhubung hardisk sedang dipinjam teman, aku jadi menonton serial Preman Pensiun yang aku download dari youtube dan masih ada di laptop. Episode 19, 20, dan 21. Di akhir episode 20, ada dialog menarik antara Kang Mus dan Kang Gobang. Percakapannya kurang lebih seperti ini, “ Kalau hidup gak ada susahnya, ga ada perjuangannya. Kalau gak ada perjuangannya, gak rame, gak seru, gak asik,” kata Kang Mus. Aku lansung saja ingat draft skripsi yang sudah minta direvisi. Tapi berhubung ceritanya nanggung, aku tonton dulu sampai episode 21. Setelahnya, aku mengerjakan revisi sampai tengah malam.

Setelah naik ke kasur, kantuk belum juga muncul. Aku kemudian membuka beberapa medsos. Di instagram aku melihat postingan baru dari Fiersa Besari. Postingan dan tulisannya selalu berhasil membuatku terkagum. Bukan hanya karena enak dibaca, tulisannya selalu mengandung makna yang membuat kita menelaah ulang apa yang kini banyak kita lupakan. Tulisannya malam ini tentang “menjadi legenda”, bahwa untuk menjadi legenda kita harus siap jungkir balik banting tulang, siap dicaci maki demi apa yang kita yakini. Berani melawan arus dan rintangan besar yang kapan saja akan menghalangi langkah kita. Lalu muncul di kepalaku gagasan seperti ini: “kalau menjadi biasa biasa saja sudah membuat kita senang, untuka apa menjadi legenda?” Tapi aku ingat lagi perkataan Kang Mus tadi, hidup yang biasa biasa itu gak rame, gak seru, gak asik.

Bogor, 4 Februari 2016

0 komentar:

Posting Komentar