Tentang Sebuah Pilihan




Hidup sampai kapan pun selalu tentang memilih. Bahkan (memilih) untuk tidak memilih juga sejatinya adalah sebuah pilihan. Teman dekat gue belum lama ini lulus kuliah dari sebuah perguruan tinggi yang sama dengan gue. Dengan itu dia resmi jadi Sarjana Kedokteran Hewan. Sahabat yang sedari SMP, SMA, dan kuliah satu almamater sama gue itu sudah melakukan pilihan penting dalam hidupnya.


Di saat teman teman satu jurusannya yang lain melanjutkan pendidikan keprofesiannya untuk menjadi dokter hewan, dia memilih menunda pendikan itu dan mencari kerja dahulu. Tentu pilihan yang diambil dia bukan tanpa pertimbangan dan pemikiran yang matang. Ada satu dan lain hal yang membuat dia melakukan pilihan itu.

Banyak orang menyayangkan pilihan yang diambilnya, termasuk keluarga dan teman teman. Tak jarang ketika berbincang, dia ditanya alasan tidak melanjutkan untuk menjadi dokter dan memilih untuk bekerja dulu.  Gue yakin, di hatinya yang terdalam dirinya sendiri pun sebenarnya ingin melanjutkan pendidikannya itu. Dan menurut gue, perkataan dari orang lain itu malah membuat hatinya ragu. Alih - alih menguatkan dan mendukung keputusnnya, orang lain justru seolah menganggap apa yang dipilihnya adalah sesuatu yang salah.

Gue pernah berbincang dengan ini. Dia mengemukakan alasannya kenapa mengambil keputusan itu. Gue paham memang berat melakukannya. Apalagi teman temannya yang satu jurusan kebanyakan meneruskan. Tapi gue paham. Dan tak ada yang bisa gue lakukan selain mendukungnya. Semoga saja ini pilihan terbaik buat dia.

Terkait pilihan-pilihan yang orang lain ambil, terkadang kita secara tidak sadar sering melewati batasan-batasan yang sebetulnya tidak boleh kita lewati. Terkadan kita kesulitan membedakan antara sikap peduli dan ikut campur. Padahal tentu saja ada perbedaan yang membatasi di antara keduanya. Kita sering menganggap keputusan orang lain itu bukan keputusan yang bijak. Kita seolah tahu mana yang terbaik dan mana yang bukan untuknya. Padahal yang menjalani bukan kita sendiri. Yang tetap harus menanggung resiko adalah orang itu sendiri, bukan kita. Bisa saja apa yang kita anggap buruk ternyata yang terbaik bagi orang yang menjalaninya. Atau sebaliknya. Memberi saran sah-sah saja. Bahkan dalam kondisi terrentu sangat dianjurkan. Tapi kita tidak boleh sampai memaksa atau menyalahkan orang lain atas pilihannya. Bila orang itu telah mantap dengan pilihannya, tugas kita selanjutnya adalah mendukung dan menguatkannya.

Hidup selalu saja tentang pilihan, tetus lurus menuju tujuan atau belok berganti arah.  ...    

0 komentar:

Posting Komentar