Ada Cinta yang Harus Berbalas

Karena dirasa kebijakan pajak terhadap penulis tidak adil, Tere Liye memutuskan berhenti mencetak dan menerbitkan buku-bukunya. Penulis super produktif ini melakukannya sebagai bentuk protes kepada pemerintah. Tanggapan masyarakat pun beragam. Ada yang pro, tapi banyak pula yang kontra. Pihak yang pro mungkin menganggap masih kurangnya perhatian pemerintah, terutama masalah perpajakan, kepada kesejahteraan penulis. Penulis yang berperan penting dalam meningkatkan minat baca dan kecerdasan bangsa dirasa banyak dirugikan oleh pemerintah lewat pajak yang terlalu besar. Sementara yang kontra barangkali menganggap langkah Tere Liye ini emosional belaka.

Masalah minat baca masyarakat Indonesia yang rendah adalah penyakit kronis negeri ini. Lihat saja di sekeliling kita, berapa banyak orang yang kesehariannya bersentuhan dengan buku. Lihat seberapa banyak orang yang dirumahnya punya lemari buku yang terisi penuh. Lihat di stasiun, terminal, bandara, rumah sakit, dan tempat-tempat “menunggu” lain, berapa banyak orang yang menggunakan waktu menunggu mereka dengan membaca. Jarang! Tidak usah membandingkan dengan negara orang. Kita bercermin saja. Penyebabnya banyak. Selain kurangnya penanaman terhadap minat baca sejak dini, harga buku yang mahal menjadi salah satunya.

Mahalnya harga buku tidak lepas dari tingginya pajak yang dibebankan. Entah kepada penjual, penerbit, juga kepada penulis. Simpelnya, bila penjual, penerbit, dan penulis ingin mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi (setelah dipotong pajak), maka harga jual buku harus lebih tinggi pula.

0 komentar:

Posting Komentar