Jakarta Tercinta

Jakarta Tercinta Sudah Jadi Hutan Gedung Bertingkat

Demi memenuhi resolusi di tahun ini (beli bakso di 5 kota berbeda), siang ini aku janjian beli bakso dengan teman teman di Jalan Sudirman-Jakarta. Sebenarnya momen ini tidak sekedar untuk beli bakso saja.  Ini adalah kali pertama aku naik kereta api sendirian, tidak bareng teman.  Dulu kalau ke Jakarta atau ke mana saja naik kereta, aku pasti ditemani.  Bila ada apa-apa di jalan, ada yang bisa kuajak diskusi.  Tapi tidak kali ini.  Aku harus memutuskan sendiri.

Apa lagi yang kita punya selain (n/t)ekad?  Ngadepin mesin loket otomatis sendiri, tanya petugas kereta mana yang harus kunaiki-sendiri.  Sejujurnya, itu menjadi tantangan yang menyenangkan.

Sampai di Stasius Sudirman, Siska dan Kak Arman sudah menunggu, Menyusul Tika yang pergi ke Tanah Abang dulu.  Begitu keluar dari stasiun, hatiku langsung getir. Ciut.  Ini menyeramkan.  Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah jalan raya yang padat dan bangunan bertingkat berpuluh lantai yang menjulang ke langit.  Sepertinya jika aku harus tinggal di kota ini, aku tidak akan betah lama.  Lebih menyenangkan pergi ke hutan pohon dibanding hutan yang terdiri dari beton.

Pulangnya, aku dan kawan kawan naik busway, angkutan umum yang digadang-gadang menjadi alternatif angkutan untuk mengurangi kemacetan.  Ini juga pengalaman pertama buatku, dan sama sekali tidak menyenangkan.  Ketika sampai halte, kami harus cepat-cepat lompat ke dalam bus bila tidak ingin menunggu armada selanjutnya yang datangnya cukup lama.  Di dalam bus pun harus berdesak-desakan.  Tidak heran jika banyak berita bermunculan tentang pelecehan pada perempuan di dalam busway ini.  Bila orang yang masih awam sepertiku naik busway dan tidak tahu Jakarta, akan kesulita kita harus naik di halte mana, lewat gate mana, dan turun di halte mana.  Belum lagi ada jarak dua halte yang berjauhan. Terbayang kalau kita sudah kebelet untuk buang air sementara halte selanjutnya masih jauh.  Belum lagi banyak motor goblok (astagfirullaah) yang seenaknya masuk jalur busway.  Ini parah.  Bila ada motor yang tertabrak bus lantaran masuk jalur busway, tetap saja sopir bus yang akan disalahkan.

Nyambung ke pilkada gurbernur DKI yang akan segera dilaksanakan.  Aku memang bukan warga Jakarta.  Aku tidak akan ikut dalam pemilu, tidak pula memiliki kepentingan atasnya.  Debat kemarin juga aku tidak nonton.  Tapi bukan berarti aku tidak memperhatikan.  Jika aku warga jakarta, aku masih bingung akan memilih yang mana.  Calon yang satu, menjanjikan dana 1 milyar tiap RW dan BLT.  Itu uangnya dari mana?  BLT juga selama ini banyak yang tidak tepat sasaran.  Yang satu tegas, tapi kasar.  Relokasi warga gusuran ke rumah susun memangnya sukses?  Yang satu lagi menjanjikan membuka lapangan kerja baru.  Secara pandanganku yang orang awam, banyaknya lapangan kerja malah akan semakin mengundang pendatang dari luar daerah untuk berbondong ke Jakarta.  Di mana ada gula, semut akan berbondong mendekat.  Jakarta sudah macet.  Semakin banyak orang memenuhi jakarta, semakin macet kota ini.  Tapi yaa... semua tergantung pada para pemilih mau memilih yang mana nanti.

0 komentar:

Posting Komentar