*******
Kamu tahu mengapa aku sangat-sangat membencimu?
Karena aku berharap akan timbul cinta setelah kebencian itu reda. Bukankah batas antara benci dan cinta itu tipis? Maka dengan segala cara yang kulakukan, dengan segala benci yang kudeklarasikan, sebenarya ada keinginan kuat untukk mencintaimu.
Ternyata sampai saat ini, Tuhan belum mengijinkanku untuk dapat mencintaimu. Toh cinta bagaimanapun tetaplah sebuah rasa. Dia tidak bisa dipaksakan untuk ada, dan tidak pula bisa dipaksakan untuk hilang. Aku kadang merasa segala upaya yang kulakukan hanyalah kesia-siaan. Aku merasa melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan nalarku. Namun tetap saja, aku tidak berdaya untuk mengelak.
Terkadang aku merasa heran, bagaimana dengan mudahnya orang lain mencintaimu. Padahal aku pun tahu, banyak dari mereka yang sebenarnya tersesat tiba di tempatmu berada. Aku yakin ada penyesalan dulu ketika mereka mengenalmu. Namun entah bagaimana cara mereka mencintaimu.
Atau apa caraku yang salah? Apa sebenarnya kita tidak bisa mencintai sesuatu dengan terlebih dahulu mencintainya? Bahwa jarak benci dan cinta sebenarnya terbentang jauh? Bila begitu, apa yang harus kulakukan? Apa mungkin aku harus mengulanginya dari awal, kembali ke titik permulaan sebelum akhirnya berjalan ke arah cinta itu berada? Tapi mana bisa, aku sendiri tidak tahu di mana letak cinta berada. Apa yang harus kulakukan?
-For D-
0 komentar:
Posting Komentar